Solo, kota di Jawa Tengah dengan sebutannya The Spirit of Java ini mempunyai beberapa tempat wisata yang menarik untuk dikunjungi. Beberapa tempat ini mungkin sudah terlalu sering diulas tapi tidak ada salahnya lagi untuk kita simak.
Pasar Gede, Pasar Tradisional Tertua
Pasar adalah tempat berjualan bahan kebutuhan pokok sehari-hari seperti sayur, buah, ikan, ayam dan daging. Kata pasar identik dengan tempat yang becek dan berbau tak sedap, membuat kita merasa malas kalau harus mengunjungi pasar. Eit tapi jangan salah dengan pasar di bawah ini. Pasar-pasar ini adalah pasar untuk berburu makanan, oleh-oleh dan sekaligus tempat wisata.
Pasar Gede Hardjonegoro atau Pasar Gede, pasar tradisional yang tidak hanya menjadi tempat bertemunya penjual dan pembeli saja tapi juga menyimpan sejarah kota Solo.
Pasar Gede adalah pasar tertua di kota Solo dirancang oleh arsitek Belanda, Thomas Karsten, dibangun pada tahun 1927 sampai tahun 1930. Nama Hardjonegoro diambil dari nama warga keturunan Tionghoa yang mendapat gelar Kanjeng Raden Tumenggung Hardjonegoro dari Kasunanan Surakarta.
Pasar Gede terletak di jalan Urip Sumoharjo seberang Balaikota Surakarta, kelurahan Sudiroprajan, kecamatan Jebres kota Solo Jawa Tengah.
Kelurahan Sudiroprajan sendiri disebut kawasan pecinan, kawasan yang banyak dihuni warga ethis Tionghoa sehingga di sebelah selatan pasar ini berdiri sebuah Vihara bernama Avalokitesvara Tien Kok Sie yang merupakan Vihara terbesar di kota Solo.
Pada tahun 2011 pasar Gede ditetapkan menjadi pasar tradisional terbaik se Jawa Tengah. Selain sebagai pasar tradisional yang menjual kebutuhan pokok, di pasar Gede juga tersedia berbagai makanan dan oleh-oleh khas Solo dengan harga terjangkau seperti es dawet telasih, gempol pleret, lenjongan, cambuk rambak, sosis solo basah, serundeng, usus ayam, ceker ayam, rambak petis, karak, intip goreng dan masih banyak lagi.
Hari raya tahun baru Imlek 2568 yang kali ini jatuh pada bulan Januari, pasar Gede dimeriahkan dengan berbagai macam acara seperti tahun-tahun sebelumnya, salah satunya adalah Grebeg Sudiro yang diperingati tujuh hari sebelum tahun baru Imlek. Keharmonisan antar etnis di kota Solo dapat dilihat dari acara Grebeg Sudiro.
Acara yang sudah ada sejak tahun 2007 dan diadakan rutin setiap tahun sebagai rangkaian dari acara perayaan Imlek yang diadakan masyarakat Tionghoa di kota Solo.
Pasar Gede yang terletak di kelurahan Sudiroprajan membuat acara ini kemudian dinamakan Grebeg Sudiro. Grebeg Sudiro sendiri adalah pawai yang menampilkan perpaduan kesenian budaya Jawa dan Tionghoa.
Grebeg adalah tradisi khas Jawa untuk menyambut hari khusus, perayaan puncaknya adalah rebutan makanan yang disusun berbentuk gunungan.
Pada Grebeg Sudiro makanan yang disusun berbentuk gunungan adalah kue keranjang, kue khas saat menyambut tahun baru Imlek. Rebutan kue keranjang yang berbentuk gunungan inilah makna penting dari tradisi grebeg menurut budaya Jawa, ora obah ora mamah yang berarti kalau tidak bergerak atau tidak berusaha, tidak makan.
Gunungan kue keranjang ini diarak mulai dari depan pasar gede diikuti oleh pawai kesenian Tionghoa dan Jawa seperti barongsai, liong dan tari-tarian dari kelompok kesenian.
Dan tentu saja tidak ketinggalan lampion cantik hiasan khas Imlek yang berjajar menghiasi sepanjang jalan di sekitar kawasan pasar Gede. Jika tahun kemarin lampion-lampion itu cuma menghiasi sampai jembatan depan balaikota maka tahun ini lampion berwarna merah itu berjajar lebih panjang lagi sampai depan bundaran Gladak arah pintu gapura menuju alun-alun utara keraton Solo.
Masyarakat kota Solo dan wisatawan yang sengaja datang ke kota Solo dapat menikmati kemeriahan acara tahun baru Imlek atau sekedar jalan-jalan di sekitar pasar Gede melihat keindahan hiasan lampion yang lebih meriah bersinar terang di malam hari.
Berburu Barang Antik Di Pasar Barang Antik Triwindu
Di seberang Pura Mangkunegaran terdapat Pasar Triwindu atau sering disebut pasar barang antik Triwindu.
Anda penggemar barang antik tentu pernah mendengar nama Pasar Triwindu, terletak di kawasan Ngarsopura, jalan Pangeran Diponegoro.
Pasar Triwindu hampir dikenal oleh seluruh kalangan penggemar barang antik baik lokal maupun mancanegara.
Penggemar barang antik dapat berburu barang antik di pasar Triwindu yang menjual bermacam-macam barang antik seperti keris, patung, lampu, kain batik, koin kuno, wayang, topeng kayu bahkan setrika yang masih menggunakan arang dengan ciri khas patung jago diujungnya.
Tapi tidak semua barang disini barang antik dan kuno. Ada yang benar-benar antik dan kuno, ada juga replika barang kuno dengan harga yang berbeda tentunya.
Pasar Klewer, Pasar Batik
Ada pasar barang antik Triwindu, ada juga pasar tekstil terbesar se asia yaitu pasar Klewer. Pasar Klewer terletak di jalan Dr. Radjiman, di sebelah alun-alun utara keraton.
Dinamakan pasar Klewer karena pada jaman dulu banyak pedagang kecil yang menawarkan batik dagangannya dengan cara diletakkan dipundak sehingga tampak menjuntai tak beraturan atau kleweran dalam bahasa Jawa. Pasar Klewer sudah ada sejak tahun 1942. Pasar ini dulu dikenal dengan nama pasar Slompretan. Kata Slompretan berasal dari suara kereta api yang akan berangkat mirip suara terompet, karena kawasan pasar Klewer tadinya adalah tempat pemberhentian kereta api.
Pasar Klewer menjual kain, jarik, kebaya, baju, daster, kemeja, celana, tas, ransel, blangkon yang kebanyakan berbahan dasar batik.
Tanggal 27 Desember 2014 Pasar Klewer terbakar habis, merugikan pedagang dan mengagetkan masyarakat kota Solo. Hingga artikel ini dibuat pasar Klewer masih dalam proses renovasi dan masih belum dapat dipergunakan lagi. Untuk sementara para pedagang ini ditampung pada lapak pasar sementara yang terletak di alun-alun utara keraton.
Kampung Batik Laweyan
Selain pasar Klewer yang menjual batik, ada kampung Batik Laweyan dan kampung Batik Kauman, kawasan wisata sentra batik di kota Solo.
Disebut Laweyan berasal dari kata Lawe yang berarti serat kapas halus yang merupakan bahan baku pembuatan kain mori. Menyusuri Kampung Batik Laweyan bukan hanya menyusuri tempat untuk berbelanja batik dan belajar membatik tetapi juga sejarahnya. Batik Solo diperkirakan sudah ada sejak jaman kerajaan Pajang diperkenalkan oleh Kyai Ageng Henis pada awal abad ke 16.
Para pengrajin batik di kampung Laweyan ini masih mempertahankan definisi batik dalam arti sebenarnya, bahwa batik bukan hanya terbatas pada motif saja tapi juga pada cara pembuatannya. Disebut batik jika dibuat menggunakan malam atau lilin dengan alat yang bernama canthing dan melewati proses pewarnaan alami bukan menggunakan mesin-mesin modern. Proses pengerjaan batik ini bisa memakan waktu 1 sampai 2 bulan lamanya.
Kampung Batik Kauman
Sedangkan keberadaan kampung Kauman mempunyai ikatan sejarah yang erat dengan keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
Pada saat Paku Buwono III membangun Masjid Agung Solo pada 1757, Sinuhun mengangkat beberapa ulama yang terdiri dari beberapa lapisan masyarakat mulai dari tafsir anom sebagai penghulu Masjid Agung dibantu para abdi dalem lain seperti ketip, modin, suronoto dan kaum.
Keberadaan kaum sebagai penduduk mayoritas di kawasan inilah yang kemudian membuat kawasan ini dinamakan kampung Kauman yang berarti kampung Kaum.
Masyarakat kaum ini mendapatkan latihan dari kasunanan untuk membuat batik. Jadi tradisi batik Kauman diwarisi langsung dari keraton Kasunanan Surakarta.
Dalam perkembangannya ada beberapa bentuk batik di kampung Kauman, batik klasik motif pakem atau batik tulis yang banyak dipengaruhi oleh seni batik keraton dan merupakan produk unggulan kampung Kauman serta batik murni cap dan model kombinasi antara batik tulis dan cap.
Kelima tempat wisata mengagumkan kota Solo di atas sampai saat ini masih selalu ramai didatangi oleh wisatawan lokal maupun mancanegara saat berlibur ke kota Solo. Jadi jangan lewatkan ketika suatu saat anda berkunjung ke kota Solo.
Jangan lupa baca juga tentang menu kuliner tradisional solo murah meriah dan nikmat serta artikel menarik lainnya tentang kuliner soto babat asli madiun yang melegenda sejak jaman 1960.